Minggu, 27 Januari 2013

NELAYAN, PAHLAWAN YANG TERLUPAKAN


medanmagazine.com

Suatu hari, Mr.Takeshi Maekawa berkunjung di suatu restoran sea food ternama di Kota Tokyo. Beliau memilah dan memilih menu yang tersedia di restoran tersebut. Karena banyak pilihan masakan ikan yang tersedia dia sempat kebingungan. Setelah beliau selesai merasakan lezatnya hidangan ikan, beiau pergi ke kantor manajer restoran tersebut. Beliau menanyakan dari mana asal ikan-ikan dan udang-udang yang dihidangkan di restoran itu. Sang manajer mengatakan bahwa ikan-ikan tersebut berasal dari negara yang bernama Indonesia. Rasa penasaran Mr.Takeshi Maekawa semakin besar dan akhirnya beliau memutuskan berkunjung ke Indonesia untuk melhat kekayaan lautan yang ada di negara tersebut. Dalam perjalanannya, Mr.Takeshi Maekawa terus berkhayal tentang keadaan Indonesia. “Hmm, pasti laut indonesia sangat bersih, masyarakatnya hidup sejahtera, pemerintahnya peduli dan mau mengembangkan potensi sumber daya laut, dan pertahanan maritim untuk melindungi kekayaan negara itu pasti kuat” begitu gumam Mr.Takeshi Maekawa. Begitu sesampainya di Indonesia, beliau melihat televisi tentang pencurian ikan besar-besaran oleh negara tetangga. “Ah, ini belum pasti, media sukanya memang membesar-besaarkan kejadian”, kata beliau berusaha menepis kenyataan. Tidak lama setelah itu, beliau membaca koran tentang demonstrasi para nelayan tentang adanya penggusuran wilayah tangkap ikan oleh industri. “Tidak mungkin ini, terjadi!” kata Mr.Takeshi dengan acuh. Akhirnya dia geram dan memutuskan melihat sendiri kawasan nelayan yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, yaitu Kota Banyuwangi. Sesampainya di sana, Mr.Takeshi Maekawa melihat begitu banyak bangunan reyot yang berbentuk rumah dengan tiang penyangganya yang rapuh dan melihat aliran sungai yang menuju ke laut tampak hitam karena tercemar oleh limbah industri pengolahan ikan. Saat itu pula, Mr.Takeshi Maekawa semakin bingung bagaimana negara yang mengekspor ikan-ikan ke negara-negara lain ternyata keadaannya malah seperti ini. Akhirnya, beliau hanya diam dan bengong sambil berkata “Opo iki ?
Indonesia  memiliki luas laut yang tidak dimiliki oleh negara lain yaitu sebesar 5.176.800 km2. Ditambah lagi kekayaan hayati yang hidup di dalamnya sangat beraneka ragam. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa varietas ikan yang hidup di perairan laut di Indonesia sebanyak 7.300 macam. Seain itu, pemenuhan kebutuhan protein hewani dari lautan bisa terpenuhi karena pada 10 tahun terakhir, konsumen ikan laut di Indonesia mengalami kenaikan sekitar 25%. Kesadaran masyarakat Indonesia akan pemenuhan gizi sudah mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi alam, terutama kekayaan bawah laut yang dimiliki Indonesia sangat besar dengan diimbangi oleh konsumsi ikan laut yang mengalami peningkatan. Seharusnya semua hal di atas berkorelasi positif oleh pihak nelayan sebagai pihak yang menyediakan pemenuhan kebutuhan protein nasional maupun ekspor.
Apabila melihat kenyataan yang terjadi di kalangan nelayan sekarang bisa dikatakan nelayan menjadi pahlawan protein yang terabaikan. Bagaimana tidak?. Beberapa kasus yang bisa ditemu tentang hal ini adalah (1) Kebanyakan nelayan kita adalah nelayan tradisional yang masih menggunakan kapal kecil dan alat penangkap ikan yang jangkauannya hanya 3 mil. Nelayan-nelayan kita masih terlampau kalah dengan nelayan negara tetangga yang “mengeruk” ikan di wilayan teritorial Indoesia secara besar-besaran. Para “pengeruk” itu menggunakan kapal yang lebih besar, canggih, dengan peralatan yang lebih modern. (2) Dengan daya jangkau yang terbatas, nelayan kita dihadapi dengan pencemaran laut yang dihasilkan oleh industri yang tidak mempedulikan keadaan lingkungannya. Hal ini menyebabkan banyaknya ikan yang mati, sehingga tangkapan para nelayanpun semakin sedikit pula. (3) Adanya penggusuran para nelayan di kawasan industri pariwisata padahal seharusnya para nelayan bisa menangkap ikan dengan leluasa di daerah tersebut. (4) Kasus sertifikasi perikanan industri yang ditetapkan oleh pemerintah yang menyangkut tentang teknologi, biaya yang besar, dan sebagaianya. Sertifikasi tersebut hanya akan memberatkan para nelayan tradisional. (5) Mirisnya Undang-undang perikanan yang menyebutkan bahwa yang disebut dengan nelayan adalah mereka yang menangkap ikan. Hanya mereka yang menangkap ikan. Padahal kenyataan yang terjadi di perkampungan nelayan bisa diperhatikan bagaimana seorang istri nelayan ikut membantu suaminya dalam memilih ikan dan menjualnya di pasar. Begitu pula anak-anak para nelayan yang bisa juga mengambil peran penting di dalam kegiatan perikanan. Nelayan hanya diberikan bantuan alat penangkap, namun tidak ada kegiatan yang berkelanjutan paska penangkapan ikan. Seusai kegiatan penangkapan, hasil tangkapan akan diserahkan kepada industri pengolahan ikan. Apabila nelayan hanya diandalkan dari kegiatan penangkapan ikan belum bisa tercapai ekonomi yang baik untuk para nelayan.
Beberapa keadaan yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan dampak yang signifikan terhadap kemajuan nelayan di Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, terjadi penurunan jumlah nelayan secara nasional, yaitu sebesar 25%. Dikhawatirkan apabila terjadi secara terus menerus, maka Indonesia akan kehilangan nelayan-nelayan yang handal.. Pada tahun 2008 sampai 2009 terjadi peningkatan ekspor ikan sebesar 1,2 juta ton. Apabila nelayan-nelayan terus berkurang, maka kegiatan ekspor Indonesia yang sudah mulai mengalami peningkatan ini akan mengalami hambatan. Padahal hal ini merupakan salah satu tonggak awal kemajuan perikanan di Indonesia meskipun hambatannya juga masih banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar